Saya Salut sama Penjual Rujak ini

Dulu di tempat jualan saya yang pertama, di belakangnya adalah sebuah kost khusus untuk pria, di sana kebanyakan adalah para mahasiswa, ada juga para pegawai, dan ada satu penghuni kost yang membuat sebuah perbedaan besar bagi saya, yah dia adalah abang penjual rujak, makanan yang berasal dari buah-buahan dengan bumbu yang pedas ini memang banyak disukai. Tenang saja, saya gak akan menceritakan bagaimana membuat rujak, heheee...

Langsung saja saya ceritakan apa yang membuat saya kagum sama ini abang penjual rujak, saya mendapatkan informasinya langsung dari teman dekatnya yang memang sudah lama di situ. Jadi ceritanya si abang yang satu ini adalah seorang perantau dari kota sebelah, awal mula dia datang ke kota ini niatnya memang mau dagang, padahal dia itu lulusan SMA loh gan, (coba lulusan SMA pada mau gak jualan keliling pake pikulan?). Dia memulai usahanya dari 0, peralatan dibeli seperlunya, lalu bumbu dan buah-buahan untuk bahan membuat rujak (kalau yang saya lihat si biasanya bengkuang, kedondong, mangga muda, sama ubi tanah). Peralatan yang khas banget dari si abang ini adalah kayu yang didesain menjadi penumbuk rujak miliknya, dia khusus membuatnya sendiri dengan keunikan yang hanya dia saja yang bisa membuatnya.

Di awal usahanya menjadi seorang penjual rujak, dia menggunakan pikulan untuk menjajakan dagangannya, berangkat jam 9 pagi dan pulang jam 5 sore mengitari hampir sepanjang jalan di kota. Katanya, kadang laku banyak, namun sering juga seharian gak laku sama sekali (kasihan banget). Dia menjual rujaknya dengan harga Rp 5.000, 00 per wadah, kalau menurut saya si lumayan banyak isinya, rasa jangan ditanya (mantap), dan persaingannya juga gak banyak karena jaman sekarang susah mencari rujak bebek tradisional.
Selama beberapa tahun dia jualan, seakan gak ada perubahan yang signifikan darinya, kehidupannya tetap gitu-gitu aja, baru di tahun ke 3 dia mulai lelah berjalan setiap hari, akhirnya membel sepeda, beberapa bulan kemudian membeli sepeda motor untuk semakin meringankan pekerjaannya dalam menyusuri jalan kota. Tidak lama setelah dia membeli motor, rupanya dia mengajak keponakannya yang dari desa untuk ikut jualan, bahan jualan dan tempat mangkal disediakan olehnya, jadi keponakannya hanya perlu jualan saja tanpa memikirkan memulai usaha dari 0.
Ilustrasi
Di tengah kesibukannya jualan berkeliling untuk menjajakan rujaknya, ternyata si abang ini masih rajin ngaji loh, tiap malam abis Isya' dia berangkat ke pondok pesantren yang lumayan jauh, kira-kira pakai motor bisa ditempuh sekitar setengah jam perjalanan, saya tambah salut dengan perjuangan si abang ini, lulusan SMA mau jualan keliling tanpa gengsi atau malu, udah gitu rajin ngaji pula, ditambah dia mau ajak saudaranya buat ikut memulai usaha.
Sayang sekali beberapa saat yang lalu ibunya sakit, jadi mau gak mau dia harus pulang kampung dan mengakhiri perjuangannya jualan rujak, usaha yang sudah dibangunnya selama bertahun-tahun hanya dijual kepada pedagang lain dengan harga yang sangat murah, gak nyampe satu juta. Saya kasihan dengan keadaannya, namun dia orangnya tabah dan gak mau dikasihani, kalau dikasih sesuatu biasanya ditolak, malah yang ada dia yang ngasih sama temen-temen kost-nya yang notabene lebih nyaman dalam kehidupan ekonominya, itu juga membuktikan bahwa yang kaya gak selalu kaya.
Previous
Next Post »